NABIRE - Masyarakat suku Mee tampak resah ketika nyawa mereka diancam oleh komplotan pemuda atau OTK yang kadangkala melakukan aksi pemalangan jalan trans dari Nabire ke pedalaman (Dogiyai, Deiyai dan Paniai) bahkan sebaliknya.
Salah seorang Mama asal Kabupaten Dogiyai mengatakan dari pedalaman pekan lalu bahwa aksi-aksi pemalangan itu diduga dilakukan oleh sekelompok pemuda suku Moni dan suku Dani.
Sekelompok pemuda suku Moni dan Dani ini, dikatakan Mama itu, mereka mulai bereaksi palang tepatnya di Wadio hingga sampai Topo, Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah.
Sekedar diketahui, selain akses pesawat udara dari Kabupaten Nabire, jantung kota Provinsi Papua Tengah tembus pedalaman (Dogiyai, Deiyai dan Paniai) hanya satu pintasan jalan darat bagi pengendara sepeda motor dan mobil.
Mama asal Dogiyai yang mengaku sering turun berjualan di Kabupaten Nabire, Papua Tengah itu mengatakan, pengendara sepada motor juga mobil kini mulai takut naik turun sendirian.
"Karena sopir-sopir lintas takut, kadang mereka harus bermalam sambil tunggu penumpang dari Paniai, Deiyai ataupun dari Dogiyai lantas keesokan harinya turun jika ada penumpang, " jelasnya.
Mama itu mengatakan, pengendara motor dan juga mobil lintas memang takut karena nyawa mereka diancam sekelompok pemuda Moni dan Dani saat bereaksi memalang atau memblokade jalan besar.
Selain Mama Dogiyai, seorang sopir lintas Meuwodidee Micha juga turut membenarkan adanya aksi pemalangan jalan trans Nabire tembus pedalaman.
"Iya memang benar adanya pemalangan yang sering dilakukan segelintir pemuda suku Moni dan Dani mulai dari Wadio hingga Topo, Distrik Uwapa, Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, " katanya.
Ketika sopir-sopir lintas menjumpai kawan-kawan Moni dan Dani lagi sedang memalang jalan, katanya harus dibayar uang atau tidak menuntut membayar dengan sebungkus rokok sebagai gantinya.
"Kalau kami tidak dikasih uang ataupun rokok tetap mereka ancam nyawa kami dengan alat tajam. Kadang mereka merampas dan menyita barang bawahan kami lalu tidak dikembalikan, " kata Micha.
Menyikapi kondisi ini, 79 Kepala Kampung (Kakam) yang berada di lingkungan pemerintahan Kabupaten Dogiyai bersama masyarakat suku Mee mengambil kebijakan untuk membahas strategi menaklukkan dan menghentikan aksi-aksi pemalangan tersebut.
Marthen Tebai Kepala Kampung Dikiyouwa, Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua Tengah mengingatkan terkait pemalangan yang sering dilakukan oleh segelintir suku Moni dan Dani dari Wadio hingga Topo segera stop dan berhenti.
"Kami telah mengambil kebijakan serius untuk mengatasi dan mengamankan orang-orang yang sedang melakukan pemalangan jalan dari Nabire tembus pedalaman (Dogiyai, Deiyai dan Paniai), " ungkap Marthen mewakili 79 Kakam Kabupaten Dogiyai serta masyarakat suku Mee.
Tebai dengan tegas meminta pihak berwenang untuk segera memanggil Kepala Suku Moni dan Dani guna membahas dan memberitahu aksi-aksi pemalangan yang dilakukan oleh masyarakatnya supaya mereka bisa berhenti dan tidak berlanjut ke depan.
"Kami juga menegaskan kepada pihak Kepolisian Polres Nabire supaya patroli jangan hanya keliling seputar kota Nabire saja, tetapi justru usahakan patroli tembus sepanjang jalan Wadio hingga Topo, " tegas Marthen.
Kepala Kampung Dikiyouwa juga memperingatkan kepada segelintir pemuda Moni dan Dani bahwa ketika kejadian serupa kembali terulang dan dialami masyarakat, sopir dan pengojek suku Mee maka pihaknya tetap diproses hukum pelaku dibalik pemalangan.
"Apabila seorang pengojek ataupun sopir suku Mee menabrak kawan-kawan Moni ataupun Dani saat melakukan aksi pemalangan jalan maka itu adalah konsekuensi, sama sekali kami tidak akan bertanggung jawab sepenuhnya atas peristiwa tersebut, " ungkapnya.
Tapi justru, kata Tebai, kalau sampai Moni dan Dani menyiksa sopir, pengojek ataupun penumpang suku Mee, maka pihaknya tetap menuntut kompensasi.
"Sebab kami masyarakat suku Mee tidak pernah bermusuhan sama siapapun dalam sepanjang sejarah kehidupan kami suku Mee, " ujarnya.
Kalau memang tidak mau bertanggung jawab maka katanya empat kabupaten akan konsolidasi mengusir teroris dari Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah.
"Bukan berarti kami mau mengusir, tetapi justru menghargai kami suku Mee sebagai tuan rumah Kabupaten Nabire, Provinsi Papua Tengah, " katanya.
Tebai juga mengaku suku Mee tidak pernah bermusuhan sama suku-suku lain di Papua lebih khusus wilayah Meepago ataupun dimana suku Mee itu berada.
"Sehingga saya mengajak sama-sama kita atasi masalah untuk bagaimana memperlihatkan oknum arogan yang melakukan gerakan tambahan di wilayah kita Meepago, " tegasnya.
Tebai mewakili 79 Kepala Kampung Kabupaten Dogiyai ini menegaskan, saudara harus berhenti palang jalan akses suku Mee mulai dari sekarang.
"Kami suku Mee paling baik. Kami tidak pernah bermusuhan sama siapapun termasuk boss yang palang-palang jalan, " bebernya tegas.
Sama-sama hidup rukun, harmonis, tidak saling mencurigai, dendam, dengki dan amarah meskipun beda suku, beda marga tetapi kita satu orang Papua.
"Jadi, saya minta dengan hormat kepada kawan-kawan tolong jangan lagi ada aksi-aksi menakuti dan meresahkan warga suku Mee di wilayah Meepago, " pungkasnya.